SERUAN BAHASA DE BRITTO

Terbentang luas padang berwarna putih kelam (mungkin merah muda), se-meter, dua-meter, tiga-meter… Terus meluas dan meluas, saking luasnya hatiku tersesak oleh tanda-tanda kehidupan liar yang akan kujalani malam ini.

Baunya harum, wangi semerbak layaknya bunga yang sudah disemprot Casablanca. Rasanya nikmat, sedap tak tergoyahkan semanis Alpenliebe, untuk terus kunikmati dengan penuh semangat tanpa henti. Bila disentuh… Ahm, betapa lembutnya, seempuk Softex yang biasanya engkau pakai.
Nafsu mendatangiku… Nafsu memelukku… Nafsu menciumku… Nafsu menelanjangiku…
Api datang, ia marah. Sungguh sial aku hari ini. Air gunung mengalir secepat peluru. Peluru secepat angin. Angin semilir mengembangkan sayap-sayap kehidupan yang akan memulai musik, musik dari provokasi yang terjaga dan mendayu-dayu tubuh dan jiwaku.
Cermin menertawakanku karena kelucuan yang tak sengaja kusengaja kulakukan. Ia bingung, tapi tetap tertawa. Sebentar… Apa itu?...
Bintang Suhadiyono, 2 Oktober 2009, 21.56 WIB… dengan sengaja, ia menulis…

Categories:

Leave a Reply